Minggu, 17 Agustus 2008

Antara Mode dan Etika Busana Muslim



Sejarah busana lahir seiring dengan dengan sejarah peradaban manusia itu sendiri. Oleh karenanya, busana sudah ada sejak manusia diciptakan. Kesimpulan ini dapat diambil dari firman Allah swt yang berbunyi : “Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syetan sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu-bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya…”.[3]

Busana memiliki fungsi yang begitu banyak, dari menutup anggota tertentu dari tubuh hingga penghias tubuh. Sebagaimana yang telah diterangkan pula oleh Allah dalam al-Qur’an, yang mengisyaratkan akan fungsi busana; “Wahai anak Adam (manusia), sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi (aurat) tubuhmu dan untuk perhiasan…”.[4] Dari tata cara, bentuk dan mode berbusana, manusia dapat dinilai kepribadiannya. Dengan kata lain, cara berbusana merupakan cermin kepribadian seseorang.

Konsekwensi sebagai manusia agamis adalah berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan agamanya. Salah satu bentuk perintah agama Islam adalah perintah untuk mengenakan busana yang menutup seluruh aurat yang tidak layak untuk dinampakkan pada orang lain yang bukan muhrim.[5] Dari situlah akhirnya muncul apa yang disebut dengan istilah “Busana Muslimah”.

Busana muslimah adalah busana yang sesuai dengan ajaran Islam, dan pengguna gaun tersebut mencerminkan seorang muslimah yang taat atas ajaran agamanya dalam tata cara berbusana. Busana muslimah bukan hanya sekedar symbol, melainkan dengan mengenakannya, berarti seorang perempuan telah memproklamirkan kepada makhluk Allah akan keyakinan, pandangannya terhadap dunia, dan jalan hidup yang ia tempuh, dimana semua itu didasarkan pada keyakinan mendalam terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Kuasa.

Budaya dan Esensi Manusia

Berbicara tentang mode, berarti berbicara tentang seni. Berbicara tentang seni berarti berbicara tentang budaya. Sedang pokok bahasan budaya berarti tidak lepas dari pembicaraan tentang manusia, sebagai pelaku sekaligus obyek budaya. Atas dasar itulah, dapat diambil konklusi bahwa, berbicara tentang mode tidak akan lepas dari pembicaraan tentang esensi manusia sebagai pondasi dasarnya, dan kesempurnaan manusia sebagai tujuan akhir segala bentuk ketaatan. Semua ini memiliki hubungan vertikal yang sangat erat kaitannya antara satu dengan lainnya.

Melihat dari fenomena keragaman budaya yang ada di dunia ini, yang terkadang antara satu budaya dengan yang lain saling bertentangan, maka perlu ada parameter khusus yang menjadi tolok ukur persesuain budaya-budaya yang ada dengan esensi dasar manusia. Sehingga dari situ akan jelas, manakah budaya yang masih sesuai dengan esensi dasar manusia, dan manakah yang telah menyimpang darinya? Manusia memiliki dua dimensi; dimensi lahiriah (bersifat materi), dan dimensi batiniah (non-materi) yang biasa disebut dengan jiwa/ruh. Menurut pandangan dunia agamis, kesempurnaan sejati manusia bukan terletak pada kesempurnaan sisi materi, akan tetapi, kesempurnaan sisi non-materilah yang menjadi tolok ukur kesempurnaan manusia. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa, esensi dasar manusia pun terletak pada sisi non-materi dan jiwanya. Maka, kesempurnaan manusia terletak pada kesempurnaan jiwa dan ruhnya, bukan terletak pada kesempurnaan sisi materinya. Namun, hal ini bukan berarti sisi materi manusia harus diterlantarkan. Karena bagaimanapun juga, sisi materi dan lahiriah manusia pun memiliki peran penting dalam memberikan lahan pada kesempurnaan jiwanya. Tanpa dimensi materi, kesempurnaan sejati manusia –yang terletak pada sisi non-materi- tidak akan terwujud. Terbukti, semua ajaran agama tidak akan terlaksana tanpa bantuan sisi zahir dan materi manusia. Sisi non-materi yang menjadi esensi terpenting dari manusia adalah; akal dan fitrah. Dengan dua hal itulah akhirnya manusia dinobatkan sebagai makhluk yang paling utama dari sekian banyak makhluk-makhluk Tuhan.

Akal yang lebih banyak berfungsi untuk membedakan baik dan buruk, dan fitrah yang selalu menyeru kepada kebenaran, kebaikan, keindahan dan kesempurnaan, adalah modal utama kesempurnaan manusia. Jika dua hal itu diterlantarkan, niscaya manusia tidak layak disebut sebagai manusia seutuhnya. Agama tidak pernah melarang manusia untuk mengikuti mode. Karena mode dan seni adalah salah satu pengejawantaan dari budaya. Sedang budaya adalah bagian primer dari kehidupan manusia, dimana tanpa budaya manusia tidak akan dapat menuju kesempurnaan yang diidamkan oleh hati sanubari setiap manusia berakal sehat. Akan tetapi, Islam adalah agama yang hendak membebaskan manusia dari berbagai bentuk perbudakan dan keterkekangan dari segala macam belenggu, termasuk diperbudak dan dikekang oleh mode.

Mode tidak lebih hanya sekedar sarana untuk mencapai kesempurnaan, bukan tujuan utama. Lantas mode, seni dan budaya yang bagaimanakah yang mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaan manusia? Hanya budaya yang bersumber dari akal sehat dan fitrah suci manusia saja yang mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaan sejatinya, bukan dari nafsu hewani yang hanya menjurus pada bidang material saja. Dari situ, dapat diambil benang merah bahwa, segala jenis mode yang bersumber dari akal dan fitrahlah yang mampu menghantarkan manusia untuk dapat menuju kesempurnaannya sebagai manusia.

Dengan kata lain, manusia akan menjadi ‘manusia’ dengan budaya akal dan fitrah. Sebaliknya, manusia akan menjadi ‘hewan’ jika hanya menitikberatkan pada budaya hewani yang lebih menonjolkan keindahan zahir dan sisi glamournya saja.[6] Sebagaimana yang telah diketahui dalam pokok-pokok bahasan teologi bahwa, gabungan antara ajaran akal dan fitrah ini hanya terwujud pada ajaran agama. Dan karena agama di sisi Allah hanyalah Islam,[7] maka mode, seni dan budaya yang islami-lah yang mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaannya. Dari penjelasan di atas, akhirnya muncul apa yang disebut dengan mode islami, seni islami dan budaya Islam yang “Busana Muslimah” adalah salah satu bagian dari wujud luaran (ekstensi) konsep tersebut.

Walaupun dalam perwujudan busana muslimah akan berbeda dan dapat disesuaikan dengan kultur wilayah masing-masing, namun terdapat kriteria universal dan batasan umum sebuah busana masuk kategori busana muslimah, antara lain; bukan busana yang membuat ‘menarik perhatian’ atau ‘aneh’ baik dari sisi warna maupun bentuk (syuhrat), tidak transparan, dan lain sebagainya. Semua ini kembali kepada hikmah yang tersirat dalam hijab islami, bahwa hijab berfungsi sebagai penjagaan, bukan bentuk pemenjaraan dan pengekangan. Dengan hijab islami, wanita dikenal dari sisi insaniahnya, bukan sisi gendernya. Dengan hijab islami, wanita dipandang dengan pandangan Ilahi bukan pandangan syahwani.

Etika dan Agama

Sebagaimana klaim konsep Islam sebagai agama paripurna, maka konsekuensinya adalah agama tersebut harus mencakup segala aspek kehidupan manusia. Oleh karenanya, tiada satu fenomena pun di alam ini kecuali terdapat hukumnya dalam agama tersebut, termasuk masalah etika dan budaya. Di sisi lain, dilihat dari segi istilah, kata etika mencakup tata krama (adab) yang disesuaikan dengan kearifan lokal dan adat istiadat setempat. Etika juga mencakup akhlak yang banyak dipengaruhi oleh norma-norma agamis yang bersifat global. Etika dengan pengertian pertama di atas tadi, selama tidak bertentangan dengan ajaran dan norma agama, maka selayaknya dijunjung tinggi dan dilestarikan. Jadi, sebagai orang agamis, hanya norma dan ajaran agamalah yang menjadi filter atas tata krama dan adat istiadat lokal. Hal itu dikarenakan, keyakinan kita akan kebenaran agama dan konsekwensi kita sebagai pemeluk agama Ilahi. Sedang berkaitan dengan etika yang berarti akhlak, dimana Islam sendiri sangat menjunjung tinggi akhlak ini -sehingga disebut sebagai penyebab diutusnya Rasul Islam sebagai penyempurna akhlak mulia- maka dapat dipastikan ia sangat sesuai dengan ajaran akal dan seruan fitrah. Etika dalam pengertian ini bersifat universal, global dan tidak dipengaruhi oleh batasan-batasan geografis, budaya lokal dan adat istiadat setempat. Dari sini jelaslah bahwa antara etika –dengan dua pengertian di atas- tidak mungkin terpisah dengan ajaran agama, harus tetap “dalam bingkai ajaran agama” dengan arti yang luas.[8] Usaha apapun untuk memisahkan antara etika dan agama dengan mendahulukan salah satu dari yang lainnya, sama halnya dengan pencampakkan agama itu sendiri. Dari sini akhirnya, antara berbusana muslimah dengan menjaga etika Islam pun harus ada keselarasan.

BUSANA MUSLIM: PRODUKSI

Supaya bisa mengerti busana di antara konteks kebudayaan populer di Indonesia, industri produksi busana itu harus diteliti juga. Dalam bab ini adalah profil dua orang perancang mode Islam, dan seorang tailor busana wanita (yang termasuk busana Muslim). Sejak busana Muslim menjadi populer di Indonesia, ada industri busana yang juga menjadi berhasil. Ada institusi dan asosiasi untuk memberi sokongan dan bantuan kepada perancang busana Muslim. Salah satu kelompok ini adalah APPMI (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia).

APPMI

Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) adalah salah satu kelompok perancang mode yang tujuannya untuk mempromosikan industri mode di Indonesia. Berdiri pada tahun 1993, ada beberapa bagian organisasi ini, misalnya divisi 'ready to wear' (sudah siap dipakai), ekspor, busana konvensional dan divisi busana Muslim. Perancang mode yang menjadi anggota APPMI berada di wilayah Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Lampung, Surabaya, Semarang dan Bali (APPMI 2004:66).

Setiap tahun APPMI menjalankan pameran mode atau 'fashion show' yang mempertunjukkan produk perancang mode. Pameran itu dimaksudkan untuk mempromosikan mode di Indonesia, termasuk juga untuk mempromosikan busana Muslim.

Ada beberapa buku-buku yang diterbitkan oleh APPMI bersama Gramedia untuk mempromosikan industri mode di Indonesia, misalnya Ragam Gaya Kerudung (APPMI 2004). Tujuan publikasi ini memberikan inspirasi dan contoh gaya kerudung dan busana Muslim yang memberi tingkat standardisasi tuntunan mengenai apa bagian tubuh yang harus ditutupi (APPMI 2004:3).

Berikut, gambaran tentang profil salah satu perancang mode Islam yang sudah menjadi anggota APPMI dan punya perusahaan yang berhasil di Surabaya dan Jakarta. Dari profil ini bisa dilihat cara untuk memproduksi busana Muslim dan pendapat-pendapat perancang mode Islam terhadap keadaan busana Muslim di Indonesia.

KEBUDAYAAN POPULER DI INDONESIA

Dalam bidang busana Muslim ada banyak gaya dan mode. Kalau berjilbab, bisa memakai topi di atas jilbab, bisa memasukkan plastik supaya melindungi kulit dari sinar matahari, dan bisa membeli jilbab yang sudah siap dipakai (misalnya kalau ada elastik dipakai). Pemakaian jilbab ternyata tidak hanya oleh perempuan Muslim yang taat, tetapi juga oleh yang kurang taat. Bahkan ada pelacur yang berjilbab (Powell 2003)! Busana Muslim adalah komoditi yang dibeli, dijual dan dipakai di seluruh Indonesia, terus busana itu bisa dianggap sebagai unsur kebudayaan populer.

Kebudayaan pop adalah budaya masyarakat biasa. Biasanya, budaya yang resmi atau 'tinggi' (misalnya kalau di Jawa, musik gamelan, wayang dan batik) dianggap sebagai budaya masyarakat. Tetapi, walaupun budaya ini memang budaya masyarakat, budaya ini tidak bisa dinikmati oleh setiap orang dari orang kaya sampai orang miskin. Ini untuk bermacam-macam alasan - misalnya pada masa lalu gamelan hanya dimainkan di dalam kraton. Kebudayaan pop terdiri dari komoditi-komoditi dan pengalaman yang dapat diterima oleh semua masyarakat karena itu tidak memerlukan bahan-bahan yang mahal supaya bisa dinikmati. Oleh karena itu budaya pop tidak dianggap sebagai budaya 'tinggi' tetapi masih dianggap bagian dari budaya.

Kebudayaan Pop: Oppressi atau Perlawanan?

Kebudayaan populer bukan tentang apa yang fungsionil atau yang praktis - yang tersebut menutupi aurat di negara-negara tropis tidak logis. Budaya pop itu tentang identitas, kesenangan dan arti-arti (Fiske 1989:1). Kebudayaan pop juga adalah budaya orang-orang bawahan. Oleh karena itu, tanda-tanda terhadap hubungan kekuasaan bisa dilihat. Budaya itu budaya orang-orang bawahan, sambil ada tanda-tanda perlawanan kepada kekuasaan itu (Fiske 1989:4). Kebudayaan populer adalah kontradiksi dan perlawanan kepada sistem kekuasaan terus-menerus.

Karena negara Indonesia adalah negara yang mengikuti ideologi kapitalisme, setiap komoditi mencerminkan sistem ideologi yang menciptakan komoditi itu. Gaya hidup kapitalisme menjadi gaya hidup yang terutama, dan tidak ada gaya hidup alternatif yang bisa dinikmati (Fiske 1989:14).

Kalau belajar kebudayaan populer bisa didekati dari tiga segi. Yang pertama, bisa lihat kebudayaan pop memiliki hubungan dengan sistem kekuasaan, yaitu budaya menjadi biasa dan hampir dianggap sebagai budaya resmi atau tradisional. Yang kedua, kebudayaan pop bisa dilihat di dalam keadaan di mana kekuasaan begitu kuat dan terus bisa melawan kekuasaan itu. Tetapi, kalau begini, kebudayaan populer menjadi kebudayaan massa, yaitu cara supaya tindasan masyarakat saja, dan tidak ada unsur perlawanan. Yang ketiga adalah cara yang paling pas untuk belajar kebudayaan populer. Kebudayaan populer terletak di antara sistem kekuasaan, tetapi masih berusaha melawan sistem itu. Masyarakat bisa melawan pengaturan sambil menerima ideologi (yaitu kapitalisme) dan oleh karena itu selalu beradaptasi diri supaya tetap sah.

Artikel Sian Powell dan Kebudayaan Populer

Dalam artikel Sian Powell (2003), dia menulis bahwa karena proses popularisasi busana Muslim dan proses westernisasi terjadi bersama-sama di Indonesia, maka mode menjadi unsur berpakaian yang sangat penting, dan pada saat ini kalau berjilbab dianggap sebagai orang yang bermode. Oleh karena itu, ada banyak perempuan di Indonesia yang baru berjilbab. Selanjutnya Sian Powell menjelaskan bahwa jilbab bukan lagi sebagai lambang ibadah, tetapi lambang orang yang bermode saja. Maksudnya, kalau berjilbab, menjadi orang yang berpakaian sesuai dengan mode terakhir. Jilbab tidak punya hubungan dengan ketaatan beragama lagi, karena siapa saja bisa berjilbab dan sebagian besar lebih khawatir bagaimana penampilannya kalau berjilbab daripada nilai ketaatan agamanya.

Ideologi Kebudayaan Massa

Artikel tersebut mencerminkan pendapat yang biasa terhadap kebudayaan populer. Yaitu, bahwa kalau ada sesuatu (dalam hal ini, busana Muslim) yang populer, arti agama atau sejarah sudah hilang. Pendapat ini dikenal sebagai 'the Ideology of Mass Culture', atau Ideologi Kebudayaan Massa. Ien Ang (1993), menulis bahwa kebudayaan populer sering dikritik untuk tidak punya arti-arti dan nilai-nilai oleh karena unsur produksi massa. Oleh karena itu orang-orang sering malu kalau mereka menyenangkan bagian kebudayaan populer (karena pendapat bahwa tidak ada arti dalam kebudayaan populer itu) - sedangkan dalam realitas ada banyak arti-arti dan nilai-nilai dari praktek itu - misalnya oppressi, perlawanan ataa kesenangan saja.

BUSANA MUSLIM: INTERPRETASI DAN SEJARAH DI INDONESIA

Definisi Busana Muslim

Dasar Jilbab dari Al Qur'an

Ada beberapa bagian di Al Qur'an yang mewajibkan untuk menutupi aurat.

Dari Surat Al Ahzab:59

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mu'min: hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(Al-Qur'an:340).

Dari An Nur:31

Katankanlah kepada wanita yang beriman; 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasi) nampak dari padanya. Dan hendakklah mereka menutup kain krudung ke dadanya, dan jangan menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra suami mereka, atau putra-putra mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan jangan mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (Al-Qur'an:282).

Meskipun ada kata sepakat apa yang dimaksud dengan aurat ; ada bermacam-macam interpretasi tentang bagaimana dan kapan aurat ditutupi. Ada para aktivis Islam di Indonesia yang percaya bahwa harus menutup badan untuk sholat saja, dan tidak harus sehari-hari (Brenner 1996:674). Juga, ada orang Muslim yang menutupi aurat dengan cadar, dan ada yang lain yang memakai jilbab saja.

Untuk penelitian ini, kata jilbab dan kerudung punya arti yang sama. Busana Muslim adalah pakaian yang tidak ketat dan menutupi aurat.

Sejarah Busana Muslim

Sikap Pemerintah Indonesia terhadap Islam

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, hubungan antara Islam dan negara adalah hubungan yang sulit. Pemerintah Indonesia menolak permintaan menjadi negara Islam sejak kemerdekaan. Sekalipun sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam, agama itu tidak ditetapkan satu-satunya agama yang resmi di Indonesia. Ada lima agama resmi di Indonesia, dan kedudukan agama Islam sederajat dengan agama-agama lain. Pemerintah Orde Baru selalu mendorong partisipasi Islam dalam masalah sosial, tetapi Islam politik ditindas, khususnya sumber kekuasaan Islam politik (Brenner 1996:676). Gerakan Darul Islam - gerakan yang berusaha mendirikan negara Indonesia sebagai negara Islam, tetapi dibredel pada tahun 1962 - memberi masyarakat Indonesia dengan perasaan negatif terhadap fundamentalisme di Indonesia (Jenkins 1998).

Oleh karena itu, waktu jilbab menjadi populer pada tahun-tahun 1980'an, berarti dipengaruhi oleh situasi politik di Indonesia (Marcoes-Natsir, 2004). Pada waktu itu, dan beberapa tahun-tahun seterusnya, masih ada banyak perusahaan dan organisasi yang melarang pegawai perempuan berjilbab (Powell 2003).

Kalau berdiskusi pemakaian jilbab biasanya didiskusikan di antara konteks identitas dan politik di Indonesia. Sejak dipakai di Indonesia berjilbab itu menjadi lambang melawan kepada pemerintah, mengekspresikan pilihan sendiri dan cara menunjukkan identitas sendiri (Marcoes-Natsir, 2004).

Pada tahun-tahun 1980'an para pemudi di kota mulai berjilbab. Mereka berhenti memakai kebaya (yang menunjukkan lehernya) dan sarong (yang ketat) dan gaya rambut yang sulit. Reaksi terhadap perilaku ini kebingungan, kemarahan dan kecurigaan. Para pemudi dianggap sebagai orang fanatik atau fundamentalis oleh masyarakat, termasuk keluarga dan teman-teman (Geertz). Pemerintah menciptakan aturan supaya busana Muslim dilarang di kantornya. Pilihan berjilbab pilihan yang berat. Pada 1980'an seorang murid di Bogor, Jawa Barat, diberi pilihan ini: memilih berjilbab atau bersekolah, tetapi tidak bisa melakukan dua-duanya (Marcoes-Natsir, 2004). Seorang Muslimah yang berjilbab dikatakan dengan marah oleh Bapaknya 'kenapa tidak naik unta juga?'(Geertz).

Gerakan Global Islam

Sebagai akibat gerakan revolusi Islam di negara Iran (yang mewajibkan perempuan berjilbab), suasana supaya berjilbab menjadi lebih terbuka di seluruh dunia, termasuk negara Indonesia. Globalisasi Islam terjadi melalui perkembangan televisi dan media massa. Orang Islam mulai merasa anggota masyarakat internasional (Brenner 1996:678). Sebelum itu berbusana Muslim dianggap sebagai hanya untuk Ibu-Ibu taat yang sudah tua yang tinggal di desa (Geertz). Kelihatannya lebih banyak orang Indonesia menjadi senang kalau mengekspresikan sendiri sebagai orang Islam secara berjilbab (Jenkins 1998).

Mengapa terjadi kebangkitan Islam di Indonesia? Sebenarnya, fenomena ini bukan kebangkitan di Indonesia, karena dalam sejarah busana Muslim tidak biasa. Di negara-negara lain ada kebangkitan, misalnya di Timur Tengah, tetapi di Indonesia fenomena ini agak baru. Di Indonesia fenomena ini mungkin terjadi jadi oleh karena keadaan politik dan ekonomi.

AB Shamsul (1997), penulis yang berdiskusi tentang alasan untuk kebangkitan Islam di Malaysia, memberi tiga alasan untuk proses popularisasi Islam di Malaysia:

1. Sebagai jawaban kepada proses modernisasi.
2. Supaya mengekspresikan perasaan anti-imperialisme.
3. Supaya mempromosikan kembali keagamaan di antara sesuatu yang berhubungan agama - misalnya gerakan yang mencoba mengislamisasikan pengetahuan. (Shamsul 1997:211)

Alasan-alasan tersebut juga cocok di antara konteks Indonesia. Sebagaimana di ketahui, keadaan di Indonesia pada dasawarsa 1980'an dan 1990'an tidak stabil. Dasawarsa itu merupakan zaman yang ada perubahan yang cepat sebagai akibat kebijakaan sosial dan ekonomi pemerintah Orde Baru. Presiden Suharto memasukkan negara Indonesia ke dalam dunia kapitalisme dan konsumerisme. Alasan-alasan Shamsul nomor satu dan dua adalah kesimpulan tentang bagaimana masyarakat merasakan terhadap semua perubahan pada saat itu. Hasilnya adalah proses intensifikasi pikiran terhadap agama Islam - alasan Shamsul ketiga. Proses ini didorong oleh kebangkitan Islam di dunia, tetapi terutama oleh kekuasaan-kuasaan di dalam Indonesia. Ada permunculan kelompok intelektual, seniman dan politikus yang semuanya dipengaruhi oleh pikiran Islam (Geertz). Agama Islam menjadi cara supaya tetap bermoral di antara korupsi dan distribusi uang yang tidak adil yang terjadi pada waktu itu (Brenner 1996:677). Pada tingkat pribadi, agama Islam memberi sistem kepercayaan moral yang kuat, dan itu disukai oleh orang-orang yang bingung pada waktu itu (Jenkins 1998).

Pada waktu itu Nasionalisme sebagai kekuasaan yang menyatukan masyarakat Indonesia kurang kuat, tetapi Islam menjadi semakin kuat. Ini dilihat oleh Presiden Suharto dan dia menjadi lebih terbuka kepada Islam.

Sekitar pada tahun-tahun akhir Orde Baru, ada kecaman kepada pemerintah Suharto terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, supaya tetap populer dan terus dianggap sebagai pemimpin yang sah, Presiden Suharto memakai Islam untuk menguatkan wibawanya. Dia menjadi orang Islam yang lebih terbuka, dan dia mendorong program untuk membangun Islam dalam kehidupan masyarakat. Akan tetapi, Presiden Suharto tidak mendorong Islam sebagai kekuasaan politik - menurut pendapat dia Islam untuk masyarakat saja, dan tidak untuk pemerintah dan hukum Indonesia (Jenkins 1998).

Popularisasi Busana Islam

Suharto menjalin hubungan dengan pemimpin Islam, untuk mendapatkan sokongan mereka bagi kelangsungan rezim Orde Baru. Pemerintah Orde Baru memberi pembiayaan kepada pembangunan institusi dan organisasi Islam, misalnya bank-bank, pers Islam, mesjid, dan lembaga pendidikan. Keluarga Suharto ingin dianggap sebagai lebih taat, terus mereka naik haji, dan anak perempuan mulai berjilbab (Marcoes-Natsir, 2004). Mereka sering menghadiri upacara Islam. Anak perempuan Suharto - Tutut - mulai berjilbab dalam gaya yang menarik, dan perempuan-perempuan mencoba mirip gayanya. Ini merupakan permulaan gerakan mode Islam.

Pada awalnya, gaya-gaya dan desain-desain mahal dan akibatnya bisa dibeli oleh orang kaya saja. Tetapi desain yang lebih murah dan gaya yang biasa diciptakan sendiri. Hal ini berarti bahwa mode Islam menjadi tersedia untuk semua tingkat golongan masyarakat (Marcoes-Natsir, 2004). Tidak lama lagi jilbab dan kerudung dimasukkan sebagai pakaian adat.

Sejarah popularisasi busana Muslim dipengaruhi oleh keadaan politik, sosial, dan ekonomi. Tetapi bagaimana pada saat ini? Busana Muslim sudah dipakai oleh banyak warga Indonesia, dan sudah diterima oleh kebanyakan orang Indonesia. Apa peran busana Muslim di antara konteks kebudayaan populer? Kalau berdiskusi kebudayaan populer di Indonesia, harus meneliti teori-teori terhadap kebudayaan populer dulu.

Antara Mode dan Etika Busana Muslim



Sejarah busana lahir seiring dengan dengan sejarah peradaban manusia itu sendiri. Oleh karenanya, busana sudah ada sejak manusia diciptakan. Kesimpulan ini dapat diambil dari firman Allah swt yang berbunyi : “Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syetan sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu-bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya…”.[3]

Busana memiliki fungsi yang begitu banyak, dari menutup anggota tertentu dari tubuh hingga penghias tubuh. Sebagaimana yang telah diterangkan pula oleh Allah dalam al-Qur’an, yang mengisyaratkan akan fungsi busana; “Wahai anak Adam (manusia), sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi (aurat) tubuhmu dan untuk perhiasan…”.[4] Dari tata cara, bentuk dan mode berbusana, manusia dapat dinilai kepribadiannya. Dengan kata lain, cara berbusana merupakan cermin kepribadian seseorang.

Konsekwensi sebagai manusia agamis adalah berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan agamanya. Salah satu bentuk perintah agama Islam adalah perintah untuk mengenakan busana yang menutup seluruh aurat yang tidak layak untuk dinampakkan pada orang lain yang bukan muhrim.[5] Dari situlah akhirnya muncul apa yang disebut dengan istilah “Busana Muslimah”.

Busana muslimah adalah busana yang sesuai dengan ajaran Islam, dan pengguna gaun tersebut mencerminkan seorang muslimah yang taat atas ajaran agamanya dalam tata cara berbusana. Busana muslimah bukan hanya sekedar symbol, melainkan dengan mengenakannya, berarti seorang perempuan telah memproklamirkan kepada makhluk Allah akan keyakinan, pandangannya terhadap dunia, dan jalan hidup yang ia tempuh, dimana semua itu didasarkan pada keyakinan mendalam terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Kuasa.

Budaya dan Esensi Manusia

Berbicara tentang mode, berarti berbicara tentang seni. Berbicara tentang seni berarti berbicara tentang budaya. Sedang pokok bahasan budaya berarti tidak lepas dari pembicaraan tentang manusia, sebagai pelaku sekaligus obyek budaya. Atas dasar itulah, dapat diambil konklusi bahwa, berbicara tentang mode tidak akan lepas dari pembicaraan tentang esensi manusia sebagai pondasi dasarnya, dan kesempurnaan manusia sebagai tujuan akhir segala bentuk ketaatan. Semua ini memiliki hubungan vertikal yang sangat erat kaitannya antara satu dengan lainnya.

Melihat dari fenomena keragaman budaya yang ada di dunia ini, yang terkadang antara satu budaya dengan yang lain saling bertentangan, maka perlu ada parameter khusus yang menjadi tolok ukur persesuain budaya-budaya yang ada dengan esensi dasar manusia. Sehingga dari situ akan jelas, manakah budaya yang masih sesuai dengan esensi dasar manusia, dan manakah yang telah menyimpang darinya? Manusia memiliki dua dimensi; dimensi lahiriah (bersifat materi), dan dimensi batiniah (non-materi) yang biasa disebut dengan jiwa/ruh. Menurut pandangan dunia agamis, kesempurnaan sejati manusia bukan terletak pada kesempurnaan sisi materi, akan tetapi, kesempurnaan sisi non-materilah yang menjadi tolok ukur kesempurnaan manusia. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa, esensi dasar manusia pun terletak pada sisi non-materi dan jiwanya. Maka, kesempurnaan manusia terletak pada kesempurnaan jiwa dan ruhnya, bukan terletak pada kesempurnaan sisi materinya. Namun, hal ini bukan berarti sisi materi manusia harus diterlantarkan. Karena bagaimanapun juga, sisi materi dan lahiriah manusia pun memiliki peran penting dalam memberikan lahan pada kesempurnaan jiwanya. Tanpa dimensi materi, kesempurnaan sejati manusia –yang terletak pada sisi non-materi- tidak akan terwujud. Terbukti, semua ajaran agama tidak akan terlaksana tanpa bantuan sisi zahir dan materi manusia. Sisi non-materi yang menjadi esensi terpenting dari manusia adalah; akal dan fitrah. Dengan dua hal itulah akhirnya manusia dinobatkan sebagai makhluk yang paling utama dari sekian banyak makhluk-makhluk Tuhan.

Akal yang lebih banyak berfungsi untuk membedakan baik dan buruk, dan fitrah yang selalu menyeru kepada kebenaran, kebaikan, keindahan dan kesempurnaan, adalah modal utama kesempurnaan manusia. Jika dua hal itu diterlantarkan, niscaya manusia tidak layak disebut sebagai manusia seutuhnya. Agama tidak pernah melarang manusia untuk mengikuti mode. Karena mode dan seni adalah salah satu pengejawantaan dari budaya. Sedang budaya adalah bagian primer dari kehidupan manusia, dimana tanpa budaya manusia tidak akan dapat menuju kesempurnaan yang diidamkan oleh hati sanubari setiap manusia berakal sehat. Akan tetapi, Islam adalah agama yang hendak membebaskan manusia dari berbagai bentuk perbudakan dan keterkekangan dari segala macam belenggu, termasuk diperbudak dan dikekang oleh mode.

Mode tidak lebih hanya sekedar sarana untuk mencapai kesempurnaan, bukan tujuan utama. Lantas mode, seni dan budaya yang bagaimanakah yang mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaan manusia? Hanya budaya yang bersumber dari akal sehat dan fitrah suci manusia saja yang mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaan sejatinya, bukan dari nafsu hewani yang hanya menjurus pada bidang material saja. Dari situ, dapat diambil benang merah bahwa, segala jenis mode yang bersumber dari akal dan fitrahlah yang mampu menghantarkan manusia untuk dapat menuju kesempurnaannya sebagai manusia.

Dengan kata lain, manusia akan menjadi ‘manusia’ dengan budaya akal dan fitrah. Sebaliknya, manusia akan menjadi ‘hewan’ jika hanya menitikberatkan pada budaya hewani yang lebih menonjolkan keindahan zahir dan sisi glamournya saja.[6] Sebagaimana yang telah diketahui dalam pokok-pokok bahasan teologi bahwa, gabungan antara ajaran akal dan fitrah ini hanya terwujud pada ajaran agama. Dan karena agama di sisi Allah hanyalah Islam,[7] maka mode, seni dan budaya yang islami-lah yang mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaannya. Dari penjelasan di atas, akhirnya muncul apa yang disebut dengan mode islami, seni islami dan budaya Islam yang “Busana Muslimah” adalah salah satu bagian dari wujud luaran (ekstensi) konsep tersebut.

Walaupun dalam perwujudan busana muslimah akan berbeda dan dapat disesuaikan dengan kultur wilayah masing-masing, namun terdapat kriteria universal dan batasan umum sebuah busana masuk kategori busana muslimah, antara lain; bukan busana yang membuat ‘menarik perhatian’ atau ‘aneh’ baik dari sisi warna maupun bentuk (syuhrat), tidak transparan, dan lain sebagainya. Semua ini kembali kepada hikmah yang tersirat dalam hijab islami, bahwa hijab berfungsi sebagai penjagaan, bukan bentuk pemenjaraan dan pengekangan. Dengan hijab islami, wanita dikenal dari sisi insaniahnya, bukan sisi gendernya. Dengan hijab islami, wanita dipandang dengan pandangan Ilahi bukan pandangan syahwani.

Etika dan Agama

Sebagaimana klaim konsep Islam sebagai agama paripurna, maka konsekuensinya adalah agama tersebut harus mencakup segala aspek kehidupan manusia. Oleh karenanya, tiada satu fenomena pun di alam ini kecuali terdapat hukumnya dalam agama tersebut, termasuk masalah etika dan budaya. Di sisi lain, dilihat dari segi istilah, kata etika mencakup tata krama (adab) yang disesuaikan dengan kearifan lokal dan adat istiadat setempat. Etika juga mencakup akhlak yang banyak dipengaruhi oleh norma-norma agamis yang bersifat global. Etika dengan pengertian pertama di atas tadi, selama tidak bertentangan dengan ajaran dan norma agama, maka selayaknya dijunjung tinggi dan dilestarikan. Jadi, sebagai orang agamis, hanya norma dan ajaran agamalah yang menjadi filter atas tata krama dan adat istiadat lokal. Hal itu dikarenakan, keyakinan kita akan kebenaran agama dan konsekwensi kita sebagai pemeluk agama Ilahi. Sedang berkaitan dengan etika yang berarti akhlak, dimana Islam sendiri sangat menjunjung tinggi akhlak ini -sehingga disebut sebagai penyebab diutusnya Rasul Islam sebagai penyempurna akhlak mulia- maka dapat dipastikan ia sangat sesuai dengan ajaran akal dan seruan fitrah. Etika dalam pengertian ini bersifat universal, global dan tidak dipengaruhi oleh batasan-batasan geografis, budaya lokal dan adat istiadat setempat. Dari sini jelaslah bahwa antara etika –dengan dua pengertian di atas- tidak mungkin terpisah dengan ajaran agama, harus tetap “dalam bingkai ajaran agama” dengan arti yang luas.[8] Usaha apapun untuk memisahkan antara etika dan agama dengan mendahulukan salah satu dari yang lainnya, sama halnya dengan pencampakkan agama itu sendiri. Dari sini akhirnya, antara berbusana muslimah dengan menjaga etika Islam pun harus ada keselarasan.

Busana Muslim Trend Berlebaran




Mendekati Idul Fitri, umat muslim kian sibuk berbelanja, terutama busana Lebaran. Pilihan utama tetaplah mengarah ke busana muslim berupa gamis dan abaya (perempuan) serta baju koko (lelaki).
Berbagai perancang berupaya menjemput publik dengan kesan istimewa dalam inspirasi dan topik penampilan busana muslim. Ada peningkatan upaya eksploratif dan inovatif dalam menciptakan kreasi-kreasi terbarunya agar tak monoton. Pilihan penting dari segalanya tetap bertumpu pada aksesori, materi kain, teknik bordir, payet dan pewarnaannya.

CANTIKNYA BUSANA MUSLIM


Busana Muslim memiliki kekuatan karismatik tersendiri ketika sentuhan-sentuhan mode tersebut selalu mengalir dalam etika dan estetika. Tidak heran, perkembangan arah gaya busana Muslim pun bergerak cepat searah perkembangan tren busana paling mutakhir.

Rancangan-rancangan busana muslimah, termasuk jilbab, kini sudah sangat beragam detail dan motifnya, serta bahan. Nuansanya diselaraskan dengan gaya dan selera berpakaian orang Indonesia secara umum.



Pemakaian Busana Muslim Semakin Meluas


Kini, busana muslim sudah menjadi bagian kebutuhan gaya hidup, tak lagi seperti dulu yang hanya digunakan untuk kepentingan acara spiritual seperti pengajian dan ritual tarawih. Penggunaan busana muslim semakin bergerak ke depan, sejalan dengan mengikuti selera pemakai yang sudah tak canggung lagi mengenakannya ke mana-mana, dari pesta ulang tahun sahabat, pergi belanja, saat santai bersama keluarga hingga ke aktivitas pekerjaan dan sukacitanya pesta.

Kebutuhan terhadap busana muslim saat ini, juga tak terhenti saat bulan Ramadhan dan Idul Fitri berakhir, bahkan penggunaannya meluas hingga ke kalangan non-muslim. Pengguna busana muslim bukan lagi dari kalangan masyarakat bawah saja, ataupun kalangan ibu yang terbatas.
Kini berkunjung ke kafe atau mal berbaju koko sudah biasa, atau pun para wanita memakai abaya atau gamis sudah bukan pemandangan baru di mana-mana. Anak-anak muda kini juga telah banyak mengoleksi berbagai setelan busana muslim, karena telah mengikuti tren sekarang yang bisa padu padan aneka model celana bergaya.
Semua begitu cepat berubah sekarang, sesuai dengan berbagai model busana muslim berikut detail dan motifnya yang beragam. Nuansanya pun selaras dengan gaya berpakaian orang Indonesia secara umum.
Apalagi, busana muslim sudah menjadi bagian pasar fashion yang menjanjikan dengan kalangan mayoritas muslim di Indonesia. Ini menandakan potensi bisnis yang menggembirakan, sekaligus menantang para perancangnya untuk selalu menghasilkan sesuatu yang baru agar menghasilkan keragaman desain fashion. Konsep pembuatan kombinasi warna dan garis-garis rancangan terkadang menjadi agak bebas, sebagian perancangnya pun telah berani keluar dari pakem. Meski sudah pasti tak bakal melanggar persyaratan syariah Islam.
Pemilihan bahan sutra dan organdi transparan dikembangkannya dengan efek pliskert dan detail kerut berikut warna-warna terang dan kontras, yang menjadikan busana muslim rancangannya terlihat berbeda. Keunikan itu ditambah dengan topi-topi pengganti jilbab. Ada kecenderungan citra kontemporer ingin ditonjolkannya.

Bagaimana Membeli Pakaian



o Harus mempunyai perencanaan apakah membeli di toko pakaian, butik pakaian atau di grosir pakaian. Periksa dulu lemari pakaian kita. Apa yang ada, apa yang kurang. Misalnya baju berleher tinggi belum ada pasangannya, dll.

o Anggarkan belanja Anda. Bila kita pergi ke toko dengan jatah seratus ribu rupiah untuk kemeja, kita lebih gampang mencarinya. Pergilah ke kelompok display kemeja seratus ribuan.

o Berbelanjalah lebih awal. Untuk keperluan acara reuni sekolah misalnya, kita pasti akan lebih lama memikirkan dan mengobrak abrik jenis pakain yang cocok di toko.

o Kenakan pakaian yang cocok waktu berbelanja. Bila mau mencari pakaian untuk acara khusus, sesuaikan pakaian belanja kita. Misalnya mencari gaun dengan pasangan pakaian dalam (bra) tertentu, maka bawalah jenis bra yang sama supaya ketika di coba di kamar pas sudah sesuai benar.

o Belanjalah sendiri. Bila benar-benar ingin minta second opinion, taruhlah barangnya di rak tertentu atau titipkan kepada pramuniaganya, lalu kembalilah lagi dengan mengajak teman Anda untuk memberikan pendapatnya.

o Tutup mata terhadap barang promosi. Jika kita hanya butuh pakaian tertentu, jangan lihat kiri-kanan lagi. Barang promosi ( pakaian murah ) akan membuat kita berbelanja barang yang tak dibutuhkan.

o Minta bantuan pramuniaga. Tak ada salahnya minta bantuan pramuniaga untuk mencari barang yang dibutuhkan. Berikan saja intruksinya atau keinginan kita. Kita bakal banyak menghemat waktu. Hati-hati jangan membeli barang yang tak diperlukan.

o Coba, cobalah dulu. Membeli pakaian harus teliti dengan memeriksanya secara cermat. Cobalah dipakai untuk berjalan, duduk, jongkok. Apakah ada jahitan yang putus, keliman mengerut, ritsleting macet atau kancingnya hilang? Semuanya harus berfungsi normal.

o Gunakan cermin 3 sisi. Lihatlah dari semua sudut, kiri-kanan, atas-bawah.

o Perikas label informasi. Untuk pakaian tertentu kadang digantungkan juga label aturan pemeliharaan. Misalnya sebaiknya dicuci dry clean, Jangan dimasukkan mesin cuci, atau bagaimana aturan menyetrikanya, dll.

o Kalau perlu, tanyakan juga aturan meretur barang jika ada problem nanti.

o Waktu berbelanja, bawalah tas gantung jangan tas jinjing, untuk memudahkan gerakan kita.
o Gunakan baju dan sepatu yang praktis, untuk memudahkan kita sewaktu mencoba pakaian di kamar pas.

Pakaian Anak

Untuk pakaian anak, di bawah ini diberikan beberapa tips nya.

Over-size.
Belilah pakaian yang satu nomor lebih besar dibanding size pakainnya saat ini, asal jangan kedodoran. Harus diingat, tubuh anak itu cepat perkembangannya. Kalau diberikan ukuran yang pas betul, takutnya tak bisa dipakai lagi 3 bulan mendatang.

Suka dan mau.
Sebisa mungkin ajak dan libatkanlah si anak saat membeli baju. Baju yang menurut kita bagus, menarik, belum tentu disukainya. Sayang kan kalau habis membeli lalu dianggurkan si anak. Paling tidak, kenali tokoh kegemarannya, gambar kesukaannya, warna pakaian favoritnya.
Pokoknya sesuaikanlah dengan seleranya.

Sesuaikan harganya.
Kalau dana kita terbatas, jangan pergi ke mal kelas mahal. Carilah mal yang sesuai dengan jatah belanjanya. Bakal malu kita kalau si anak menangis gara-gara tak jadi beli, karena duitnya kurang

RAGAM BUSANA MUSLIM


Meski harus mengikuti kaidah agama, namun busana muslim saat ini tetap bisa bergaya fashion, melalui inspirasi warna yang dipadupadan dengan kombinasi bordir, payet dan bulu.
Kini, busana muslim sudah menjadi bagian kebutuhan gaya hidup, tak lagi seperti dulu yang hanya digunakan untuk kepentingan acara spiritual seperti pengajian dan ritual tarawih. Penggunaan busana muslim semakin bergerak ke depan, sejalan dengan mengikuti selera pemakai yang sudah tak canggung lagi mengenakannya ke mana-mana, dari pesta ulang tahun sahabat, pergi belanja, saat santai bersama keluarga hingga ke aktivitas pekerjaan dan sukacitanya pesta.

Kebutuhan terhadap busana muslim saat ini, juga tak terhenti saat bulan Ramadhan dan Idul Fitri berakhir, bahkan penggunaannya meluas hingga ke kalangan non-muslim. Pengguna busana muslim bukan lagi dari kalangan masyarakat bawah saja, ataupun kalangan ibu yang terbatas. Kini berkunjung ke kafe atau mal berbaju koko sudah biasa, atau pun para wanita memakai abaya atau gamis sudah bukan pemandangan baru di mana-mana. Anak-anak muda kini juga telah banyak mengoleksi berbagai setelan busana muslim, karena telah mengikuti tren sekarang yang bisa padu padan aneka model celana bergaya.

Semua begitu cepat berubah sekarang, sesuai dengan berbagai model busana muslim berikut detail dan motifnya yang beragam. Nuansanya pun selaras dengan gaya berpakaian orang Indonesia secara umum.

Di samping itu diharapkan busana muslim bisa sempurna pembawaannya dengan mengikuti kaidah agama, namun tetap bisa bergaya fashion, dan lebih jauh lagi bisa popular di pasar internasional.

Berbagai penawaran baru selalu menjadi konsep menarik yang dikeluarkan para perancang busana muslim setiap tahunnya. Apalagi, busana muslim sudah menjadi bagian pasar fashion yang menjanjikan dengan kalangan mayoritas muslim di Indonesia. Ini menandakan potensi bisnis yang menggembirakan, sekaligus menantang para perancangnya untuk selalu menghasilkan sesuatu yang baru agar menghasilkan keragaman desain fashion.

Konsep pembuatan kombinasi warna dan garis-garis rancangan terkadang menjadi agak bebas, sebagian perancangnya pun telah berani keluar dari pakem. Meski sudah pasti tak bakal melanggar persyaratan syariah Islam.


Memilih Busana Muslim


Di bulan Ramadhan hingga Lebaran, biasanya makin banyak orang memilih busana muslim untuk dikenakan sehari-hari, atau untuk bersilaturahim dengan sanak keluarga dan kerabat.
Agar busana muslim yang dipakai tetap nyaman digunakan, sebaiknya pilih busana yang tepat. Berikut beberapa tips memilih busana muslim dari beberapa perancang busana muslim.

Pertama, sesuai aturan Islam, busana bertujuan untuk melindungi tubuh pemakainya dari hal-hal yang bisa mencederainya, selain untuk menutupi aurat. Itu sebabnya pilih busana muslim yang longgar sehingga menyamarkan siluet tubuh.

Kedua, pilih busana yang pas ukurannya agar tidak membahayakan saat melangkah. Busana yang kekecilan selain mengganggu gerak juga membuat kulit sulit untuk bernapas, selain tak sesuai kaidah berbusana menurut Islam.

Sementara busana yang terlalu besar ukurannya juga membahayakan karena bisa terinjak saat berjalan dan mengakibatkan pemakainya jatuh. Bisa juga terkait benda-benda yang lebih tajam sehingga merusak bahan pakaian dan mencelakai pemakainya.

Ketiga, pilih warna dan model busana yang sesuai aktivitas. Jika pengguna banyak beraktivitas, sebaiknya gunakan bahan menyerap keringat yang tak mudah kusut. Sebaiknya terdiri dari dua potong, atasan dan celana panjang. Untuk aktivitas yang lebih banyak diam di tempat, pengguna bisa menggunakan rok.

Selain memiliki koleksi warna-warna ceria, seperti pink, biru muda, oranye, dan merah, untuk berbagai acara yang bersifat tidak formal, sebaiknya miliki juga busana muslim berwarna netral dan formal, seperti biru tua, abu-abu, hitam, dan putih.
Serasikan

Keempat dalam berbusana muslim adalah saat berbelanja baju baru, usahakan untuk menyerasikan baju baru dengan model dan warna baju yang sudah dimiliki. Ini bermanfaat untuk berkreasi memadupadankan pakaian sehingga tetap bisa dipakai.

Kelima, biasakan memilih model penutup kepala yang tetap menutupi leher. Pelajari berbagai kreasi model kerudung yang banyak diinformasikan media massa sehingga penggunanya bisa tetap mengikuti mode busana yang berkembang, namun tetap mengikuti aturan agama.

Keenam, pilih pakaian yang bisa menyamarkan kekurangan tubuh agar nyaman bersosialisasi. Misalnya, orang yang berbadan lurus sebaiknya menggunakan pakaian yang terkesan bertumpuk. Orang berbobot berat sebaiknya menyamarkan bagian berat tersebut dengan memilih bahan-bahan yang terkesan ringan.

Pemilihan warna juga bisa dilakukan untuk menutupi kekurangan. Misalnya, warna gelap cocok digunakan untuk orang yang berbadan besar. Tips terakhir, jika ingin menghadiri sebuah acara pesta, sebaiknya tak perlu bingung memilih pakaian.

Pakaian sederhana yang dimiliki bisa terkesan mewah dengan cara memberikan pelengkap dari bahan yang terkesan mewah. Misalnya, menggabungkan batik berbahan katun dengan selendang berbahan organdi yang serasi, atau membalut gamis sederhana dengan obi dari sutra atau berbordir. Jadi anda tidak perlu repot memilih busana pesta.

Cara Berpakaian Muslimah



"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab: 59).

Firman Allah SWT di atas telah jelas menegaskan tentang kewajiban para muslimah untuk menutup auratnya. Semestinya melalui ayat ini tidak ada lagi keraguan-keraguan atau perbedaan pendapat tentang wajibnya memakai jilbab untuk menutup aurat. Harusnya juga tidak ada lagi orang tua atau para pendidik yang melarang anak-anak wanitanya atau para anak didiknya untuk memakai jilbab.

Mungkin masih segar dalam ingatan kita bagaimana para muslimah di awal-awal perjuangannya untuk mengenakan busana muslimah mendapat berbagai tantangan, hinaan, bahkan siksaan. Mereka mendapatkan berbagai tekanan baik dari sekolah maupun dari orang tua. Banyak diantara mereka yang dikeluarkan dari sekolah bahkan diusir dari rumah dan dijauhi oleh keluarganya. Tetapi itu semua tidak menyurutkan langkah para muslimah untuk tetap istiqomah di jalannya bahkan jumlahnya semakin bertambah.


Seiring dengan berjalannya waktu dan dengan bantuan Allah SWT, perlahan-lahan jilbab mulai dapat diterima di tengah masyarakat. Dengan SK pemerintah tentang diperbolehkannya memakai jilbab di sekolah cukup membawa angin segar bagi para muslimah untuk tetap menutup aurat ketika bersekolah. Akan tetapi cobaan lain kembali datang mengguncang keberadaan jilbab dengan adanya isu jilbab beracun. Di mana-mana muslimah dicurigai sebagai penyebar racun yang mematikan. Bahkan tak jarang ada muslimah yang digeledah karena dituduh membawa racun dibalik jubahnya.
Sekali lagi dengan kebesaran Allah itu semua tidak menggoyahkan keeksistensian jilbab dan kini para muslimah semakin banyak yang mengenakan jilbab secara bebas. Bahkan jilbab sudah diterima diberbagai kalangan.

Sekarang kita dapat menemukan para muslimah dengan jilbabnya bebas berkiprah di berbagai bidang baik di sekolah, di kampus, dan di perkantoran. Secara kuantitas, kita boleh berbangga dengan banyaknya para muslimah yang bersedia menutup auratnya. Di satu sisi ini memang fenomena yang menggembirakan tetapi di sisi lain memprihatinkan. Memprihatinkan karena banyak muslimah yang mengenakan jilbab tanpa memperhatikan rambu-rambu yang jelas tentang aturan memakai jilbab. Mereka memakai jilbab tetapi pendek atau mengenakan pakaian yang ketat. Kelihatannya mereka menganggap jilbab seakan-akan model pakaian baru yang sedang trend dan harus diikuti sehingga mereka-walaupun kita tidak tahu niat mereka yang sebenarnya- hanya memakai jilbab tanpa mengerti bagaimana aturan jilbab muslimah yang diharuskan oleh syariat.

Berikut ini adalah rambu-rambu atau syarat-syarat jilbab muslimah:
1) Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan, menurut ijma' para ulama bagian yang dikecualikan itu adalah wajah dan telapak tangannya. Ada kaum muslimah yang tidak mengindahkan rambu ini sehingga dia memakai jilbab tetapi lengannya di biarkan terbuka atau telapak kakinya terbuka. Ada juga yang tetap mengenakan rok yang memperlihatkan betis mereka.

2) Bukan berfungsi sebagai perhiasan, rambu ini berdasarkan firman Allah SWT yang cuplikan ayatnya terdapat dalam surat An-Nur: 31, yaitu:
"………Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka…."
Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum lelaki melirikkan pandangan kepadanya. Perintah mengenakan jilbab bermaksud untuk menutupi perhiasan wanita. Maka tidaklah masuk akal bahwa jilbab itu akhirnya berfungsi sebagai hiasan.
Kini banyak kaum muslimah yang memakai jilbab dengan tidak mengulurkan kain kudungnya untuk menutupi dada mereka tetapi dibentuk sedemikian rupa dengan cara dililitkan di leher sehingga terkadang lehernya terbuka tak tertutup jilbab atau membiarkan bagian rambutnnya terlihat. Kecenderungan para muslimah untuk memakai jilbab kini didukung penuh oleh berbagai rumah mode yang lihai melihat pasar sehingga perkembangan model-model busana muslimah semakin marak. Mereka berlomba-lomba merancang busana muslimah sehingga fungsinya sedikit berubah. Ditambah berbagai aksesoris dan riasan membuat busana muslimah berubah fungsi sebagai perhiasan dan menambah kecantikan wanita sehingga wanita yang memakainya dapat menjadi pusat perhatian.

3) Harus longgar, tidak ketat, sehingga tidak dapat menggambarkan sesuatu dari tubuhnya. Entah ada semacam mode baru dalam dunia perjilbaban, kini muncul istilah jilbab gaul. Entah apa artinya, mungkin menggambarkan sipemakainya walaupun memakai jilbab tetapi tetap bisa bermodel, bergaul akrab dengan siapa saja termasuk dengan lawan jenis, bahkan mungkin masih bisa jalan-jalan sore di mal. Indikasi jilbab gaul salah satunya adalah berpakaian ketat. Walaupun pakaiannya panjang, tetap saja dapat menggambarkan lekuk tubuhnya, misalnya rok ketat, kemeja atau kaus ketat, dan celana panjang. Pakaian model seperti ini tentu saja melanggar aturan jilbab muslimah yang sesuai dengan syariat.

4) Kainnya harus tebal dan tidak tipis. Tentu saja jika busana muslimah berfungsi untuk menutup aurat maka bahannya harus tebal dan tidak tipis. Jika bahannya tipis artinya sama saja ia tidak menutup auratnya bahkan memancing godaan dan menampakkan perhiasannya. Hal ini seperti yang diterangkan oleh Rasulullah saw dalam hadits berikut ini:

"Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) onta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka itu adalah kaum wanita yang terkutuk."

5) Tidak diberi wewangian atau parfum. Ini berdasarkan berbagai hadits yang melarang kaum wanita untuk memakai wewangian bila mereka keluar rumah, seperti yang tertera dalam hadits berikut ini:

Dari Abu Musa Al-Asya'ri bahwasanya ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: "Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum lelaki agar mereka mendapat baunya, maka ia adalah pezina. (HR. An-Nasai, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)

Walaupun ada larangan bagi muslimah untuk memakai wewangain bukan berarti muslimah harus tampil dengan bau yang tidak sedap. Muslimah harus tetap menjaga kebersihan tubuh, pakaian, dan jilbabnya agar tidak menimbulkan bau badan yang dapat mengganggu dan menimbulkan fitnah baru yaitu adanya penilaian orang bahwa orang yang memakai jilbab mempunyai bau yang tidak sedap. Perawatan tubuh tetap diperbolehkan bagi muslimah asal tidak jatuh pada perbuatan tabarruj atau berhias.

6) Tidak menyerupai pakaian laki-laki. Masalah ini ditegaskan dalam hadits Rasulullah berikut ini:
Dari Abu Hurairah yang berkata: "Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria." (HR. Abu dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Ahmad).

7) Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir. Dalam syari'at islam telah ditetapkan bahwa kaum muslimin, baik laki-laki maupun wanita, tidak diperbolehkan bertasyabuh (menyerupai) orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakaian dengan pakaian khas mereka.

8) Bukan Libas syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas). Larangan ini berdasarkan hadits berikut:

"Berdasarkan hadits Ibnu Umar ra. Yang berkata: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api naar." (HR. Ibnu Najah dan Abu Dawud).

Asy-Syaukani dalam Nailul Authar memberikan definisi tentang libas syuhrah yaitu setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya.

Semua ini adalah adalah rambu-rambu yang sudah ditetapkan syari'at untuk mengatur bagaimana seorang muslimah berjilbab dan menutup auratnya. Tentang maraknya berbagai model busana muslimah sekarang ini, bukan berarti kita tidak boleh menyukainya bahkan memakainya, asalkan semuanya tidak melanggar rambu-rambu yang sudah dijelaskan di atas dan yang lebih penting kita harus bisa menjaga hati kita agar busana muslimah yang kita kenakan tidak menyeret kita ke neraka karena niat kita berubah dari ingin menjalankan perintah Allah SWT untuk menutup aurat menjadi riya atau mencari popularitas. Semoga Allah SWT tetap menjaga hati kita agar senantiasa bersikap dan berbuat hanya untuk mencari keridhaan-Nya. Amin